Kasus Joging Track Mandeg, Asep Muhidin : Akan membuka keran yang menyumbat


Gempur86-Garut-
Sejak menagani pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada pembangunan Joging Track di Dinas Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Garut tahun anggara 2022, Kejaksaan Negeri Garut masih belum mampu mengungkap siapa yang layak menyandang tersangka, atau malah akan dihentikan penyelidikannya.

Pelapor, Asep Muhidin, SH., MH bersama rekannya saat ini tengah menyiapkan langkah hukum untuk membuka keran yang menyumbat proses tersebut, karena semua proses ada batasan waktunya. Jangan sampai penanganan dugaan Tipikor joging track berlarut-larut seperti penanganan kasus BOP, Reses, Pokir, Dugaan Korupsi pada Inspektorat dan Dinas PUPR Garut yang sudah sering berulang tahun.

Kami akan melakukan upaya penerapan hukum administratif oleh penyelidik, penyidik kejaksaan dengan mengajukan upaya pelaporan kepada Ombudsman RI, dan gugatan kepada Pengadilan, nanti disana akan terlihat rangkaian/prosesnya sudah benar atau belum. Karena sejak Dumas diterima ada batasan-batasan waktu yang wajib ditaati. Batasan tersebut tentunya diatur didalam Peraturan Jaksa Agung (PERJA) yang merupakan peraturan teknis internal Kejaksaan.

Selain itu, kami baru membuka sekarang bahwa ditemukan adanya dugaan salah satu izin usaha CV. R (pemenang) telah habis alias tidak berlaku. Selain itu, pekerjaan pun diduga disubkontrakkan atau dikerjakan oleh orang lain sehingga perbuatan tersebut tidak diperbolehkan oleh Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan peraturan teknis lainnya.

Pinjam bendera melanggar tiga ketentuan. Pertama, melanggar prinsip dan etika pengadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 6-7 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 7 mengharuskan semua pihak yang terlibat PBJ mematuhi etika, termasuk mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara. Kedua, melanggar larangan membuat dan memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan keterangan palsu, sesuai Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2019. Ketiga, menabrak larangan mengalihkan seluruh atau sebagian pekerjaan kepada pihak lain, sebagaimana diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia.

Boleh pekerjaan itu disubkontrakan apabila pekerjaan diatas Rp. 25 Milyar, yang dibawahnya tidak diperbolehkan disubkontrakkan, atau pinjam bendera. Sehingga perbuatan tersebut ilegal, yakni tidak ada bagian pekerjaan yang disubkontrakkan sejak penawaran, kemudian tidak ada dalam kontrak, tiba-tiba di pelaksanaan terdapat pekerjaan yang disubkontrakkan, hal ini menjadi pelanggaran yang wajib dikenakan sanksi dan sudah jelas itua dalah niat jahat.

Jadi disini penyelenggara (Pegawai Dispora) tidak cermat dalam meneliti dokumen penwaran dan PA, PPK serta PPHP tidak melaksanakan prosedur dan dalam menerima hasil pekerjaan jelas tidak berkualitas tetapi diterima.

Perlu diketahui, meskipun ada upaya pengembalian kerugian yang dilakukan penyedia, itu tidak menghapus perbuatan pidana, karena ini bukan dari kesalahan administrasi atau temuan auditor (BPK/Inspetorat) yang kemudian direkomendasikan tuntutan ganti rugi (TGR), melainkan jelas adanya perbuatan melawan hukum, niat jahat karena meloloskan perusahaan yang diduga sebagian izin usahanya telah habis serta hasil pekerjaannyapun tidak sesuai dengan volume/spesifikasi. Otomatis kekuatan kontruksinya tidak akan lama.

Semoga Kejaksaan Negeri Garut dapat segera memberikan jawaban dan memberikan keputusan terhadap proses penyelidikan pengaduan masyarakat (Dumas) ini agar tidak melabrak SOP penanganan Dumas sesuai Perja. Apabila tidak pun itu haknya, dan kami akan tetap mengajukan langkah dan upaya ukum terukur sesuai ketentuan.


(Red D 70 MI)